Pernah begini, nggak?

by Febryo on Monday, November 8, 2010

Semoga bukan saya doang yang (ngerasa) begini:

Tugas banyak, macem-macem, menggunung, deadline nggak bersahabat, dan jadi bingung harus ngerjain yang mana dulu? Akhirnya malah dilly-dallying nggak ngerjain apa-apa, sampai akhirnya deadline tinggal hitungan jam baru tergerak mengerjakan tugas-tugas (laknat) itu.

Begini nih kehidupan saya vs tugas-tugas, deadline artikel, laporan. Saya berharap di dunia ini bukan cuma saya yang begini. Niat ngeshare ini juga buat ngasi tau orang yang ngebaca postingan ini, yang ngerasain hal yang sama, bahwa: "lo nggak sendirian, meeen. gue juga begini!". Emang, dosa itu enakan dirasain rame-rame.

Tapi, bukan berarti saya nggak berniat buat berubah lho. Saya udah baca berbagai buku, dari topiknya yang to the point tentang time management, sampai yang bersifat psikologis. Tapi yah, belum nemu cara yang tepat buat membasmi dilly-dallying habit ini. My bad. Kalo ada yang nemu, mohon dishare ya.

What a dream

by Febryo on Tuesday, July 13, 2010

Malam-malam terakhir kerja praktek di Jakarta diwarnai dengan mimpi aneh. Tepatnya tiga malam sebelum saya kembali ke Bandung. Mimpi aneh pertama bersetting di sebuah rumah kecil di Jakarta. Di dalam mimpi tersebut saya adalah seorang mahasiswa magister yang tinggal dan kuliah di New Orleans. Saya panik karena tidak mendapatkan tiket pesawat kembali ke New Orleans dari Jakarta. Cuma itu yang saya ingat. Saya tidak habis pikir mengapa harus New Orleans? Bahkan sebelumnya saya tidak pernah tahu New Orleans berada di kawasan Amerika bagian mana dan bagaimana kondisi geografisnya. Hanya sebatas mengenal nama.

Mimpi kedua di malam berikutnya tidak jauh berbeda, namun kali ini kota yang saya tuju adalah New York. Ayah berniat mengantarkan saya kembali ke New York dari Jakarta, namun kami kehabisan tiket. Akhirnya kami memutuskan untuk mencari tiket di sebuah agen penjualan tiket penerbangan kecil di sisi jalan, berharap ada dua orang ekspatriat Amerika yang menunda penerbangannya. Tepat setelah melewati pintu masuk gedung tersebut, kami tiba-tiba sudah berada di sisi kota New York, menghadap ke Brooklyn Bridge, dan saya bisa merasakan angin sejuk bertiup kencang menerbangkan rambut saya. Saya terbangun.

Mimpi terakhir, malam sebelum saya kembali ke Bandung, sedikit berbeda. Saya merasa bosan berada di rumah, di Newport Beach, pada liburan musim panas dan akhirnya memutuskan untuk berkendara menuju Fresno. Saya mengeluarkan mobil tua saya (sepertinya Pontiac pabrikan tahun '76) dan mulai berkendara. Setelah melewati belokan pertama, saya terbangun.

Ketika tiba-tiba teringat mimpi ini tadi sore, saya segera mengecek tempat-tempat yang menjadi setting mimpi saya melalui Google Earth. New Orleans ternyata berada di Los Angeles, di sisi selatan Amerika Serikat. Dan yang mengejutkan adalah fakta bahwa Newport Beach dan Fresno berada di California. Memang tidak jauh untuk ditempuh melalui jalan darat. Wow! Presisi! Akan sangat tidak masuk akal jika dalam mimpi saya berkendara dari Washington DC menuju Fresno.

Apa makna dari mimpi-mimpi itu? Saya juga bingung. What a dream! Well, It wasn't a dream, they were some dreams.

Flick with journey scene

by Febryo on Sunday, July 11, 2010

Untuk beberapa alasan, perubahan usia mempengaruhi selera saya dalam berbagai hal, selera terhadap film salah satu yang terasa sangat berubah. Jika di akhir tahun 2005 lalu saya rela mengantre panjang untuk menyaksikan premier The Goblet of Fire di sebuah bioskop kelas rendah di Pekanbaru, jangan harap Desember ini saya melakukan hal yang sama untuk The Deathly Hallows Part I. Alih-alih saya lebih senang mengunduh film-film festival (tanpa berniat membajak, di Indonesia film-film jenis ini sulit didapat dalam bentuk DVD original), yang kebanyakan merupakan drama dan based on a true story.

Dari banyak film yang saya tonton, film-film dengan setting di dalam mobil tua dan bercerita tentang sebuah perjalanan selalu memiliki kesan tersendiri bagi saya. Mengapa? Karena film jenis ini biasanya menyajikan sinematografi yang memukau dan pesan moral yang kuat. Eldorado (2008) film berbahasa Perancis yang bersetting di Belgia, menawarkan pemandangan perbukitan indah Belgia dan pesan moral mengenai dysfunctional family.

Film terakhir yang saya tonton adalah Le Grand Voyage (2004), film Prancis yang bercerita tentang perjalanan seorang ayah untuk menunaikan ibadah haji ke kota suci Mekah, dengan diantarkan oleh anak lelakinya yang merasa terpaksa menemani sang ayah. Pada akhirnya perjalanan tersebut menjadi pembelajaran hidup yang sangat berharga bagi sang anak. Ia belajar banyak hal dari berbagai konflik yang ia hadapi selama perjalanan. Salah satu dialog favorit saya dalam film ini:

Son: "Why didn't you fly to Mecca? It's a lot simpler"
Father: "When the waters of the ocean rise to the heavens, they lose their bitterness to become pure again"
Son: "What?"
Father: "The ocean waters evaporate as they rise to the clouds. And as they evaporate, they become fresh. That's why it's better to go on your pilgrimage on foot than horseback; and better on horseback than by car; and better by car than by boat; and better by boat than by plane"

Masih banyak film sejenis lain yang luar biasa: Elizabeth Town (2005), Paris, Texas (1984), Gerry (2002), Into The Wild (2007). Di luar naskah sebuah film, saya yakin bahwa perjalanan memang memberikan pelajaran hidup yang berharga bagi orang yang melakukannya.

Terimakasih ya, Ma

by Febryo

Kemarin malam Mama saya nelpon, nada suaranya berapi-berapi:

"Kamu ingat teman SD kamu yang namanya, Bunga?" (Bukan nama sebenarnya. Tentu saja bukan, teman yang dimaksud Ibu saya adalah seorang lelaki tulen)
"Ingat lah, Ma. Ada apa dengan Bunga?"
"Dia kepergok warga lagi macam-macam di kamar kost pacarnya!"
"Wow!"
"Kamu jangan sampai begitu ya, Nak. Nggak ada bagusnya perbuatan kayak gitu, cuma malu-maluin diri kamu sendiri dan keluarga"
"Iya, Ma. Kepikiran aja nggak, Ma, yang begituan"
"Kalau kamu mau nikah, ngomong aja"
"Zzzzz. Yah, Ma, masih lama. Lagian kuliah aja belum beres."
"Nggak, Mama cuma nggak mau kalau kamu ngelakuin yang macam-macam. Dosa itu, Nak. Jangan tinggalin sholat. Malu sama umur, malu sama Allah."
"Iya, Mama..."

Kadang saya mikir, mungkin perhatian kecil dari Ibu seperti ini yang nggak didapatkan sama teman saya yang tingkahnya aneh-aneh itu. Telpon singkat dari Ibu, nasihat-nasihatnya, dan sedikit gosip (kalau emang lagi mood ngegosip sama anak laki-lakinya ini), itu semua yang membuat saya stay in the right track, dan tentu saja selalu membuat saya semangat in a magical way. Makasih ya, Ma, God knows how much I love you :')

Go grab a giant mirror

by Febryo on Sunday, February 21, 2010

Mungkin terdengar basi, tapi entah kenapa saya selalu ingat dengan kalimat ini: Kalau mau dihargai orang, kita harus menghargai orang terlebih dahulu, yang juga berlaku buat: kalau menilai jelek orang lain, coba lihat dan nilai diri kamu dulu.

Yah sekedar mengingatkan aja, termasuk buat diri saya sendiri, mungkin kita sering lupa dengan hal-hal kecil begini.