Untitled

by Febryo on Wednesday, August 17, 2011

I just don't think that it's gonna work out.
#fml.

F*ck euphoria!

by Febryo on Thursday, August 11, 2011

From wiki,

Euphoria (pronounced /juːˈfɔəriə/, from Ancient Greek εὖ, "well", and φέρειν. "to bear") is medically recognized as a mental and emotional state defined as a profound sense of well-being.[1] Technically, euphoria is an affect,[2] but the term is often colloquially used to define emotion as an intense state of transcendent happiness combined with an overwhelming sense of contentment. The word derives from Greek εὐφορία, "power of enduring easily, fertility".[3][4]

I mean the colloquial one here. For some silly reasons, it often leads you to do stupid thing, to take the wrong path, or to do something you shouldn't do. Thereafter, all you feel is stupified and screwed up. F*ck euphoria!

Lagi-lagi

by Febryo on Tuesday, August 9, 2011

Mati gaya nungguin sepupu belanja di Heritage diselamatkan dengan ketemu pacarnya Alvin, Luci, dan keluarganya.

Gue: Oy, Ci!
Luci: Heey, sama siapa lo?
Gue: Sama sepupu gue. Lo?
Luci: Sama keluarga. Eh lo udah pernah ketemu sodara kembar gue belom? (Celingak-celinguk nyari saudara kembarnya dan manggilin).
Luci: (Ngomong ke gue) Ini sodara kembar gue, Yo, Lucas. Gak mirip yak? (Ngomong ke Lucas) Ini temannya Alvin, Cas, anak sipil. Ryo. Ryo Febryo, mirip Rio Febrian yak! Namanya aja udah mirip.

Luci, Rio Febrian gak hitam, gak korengan, dan giginya gak maju macam gini.

Self talk

by Febryo on Monday, August 8, 2011

Come on, man, grow up!

PROKM ITB 2011: Closing Ceremony

by Febryo on Saturday, August 6, 2011

PROKM (Pengenalan Ruang dan Orientasi Keluarga Mahasiswa) merupakan 'judul' ospek gabungan (osgab) mahasiswa baru ITB angkatan 2011. Judul osgab ini sendiri seingat saya selalu berubah setiap tahunnya, namun dengan inti acara yang tetap sama, yaitu pengenalan seluk-beluk kemahasiswaan: peran dan tanggung jawab mahasiswa, tri dharma, semangat, idealisme, keorganisasian, dan hal-hal normatif lainnya. Angkatan saya, tahun 2007, osgab saat itu berjudul PMB, tahun 2008 seingat saya INKM, sedangkan jaman anak kosan saya yang angkatan 2004 namanya OSKM. Entah apa yang melatarbelakangi pemilihan judul ini, saya kurang tau karena saya bukan aktivis KM (BEM-nya ITB).

Sore tadi saya sengaja datang ke kampus untuk melihat langsung closing ceremony osgab ini. Tidak, saya tidak segaul itu. yang melatarbelakangi kedatangan saya adalah karena saya belum pernah mengikuti closing ceremony osgab selain osgab angkatan saya. Yah, hitung-hitung menikmati momen terakhir di kampus ini sebelum lulus dan bekerja.

Sepanjang saya berdiri menyaksikan rangkaian acara, closing PROKM terasa kurang berkesan dibandingkan saat PMB 2007 tiga tahun lalu. Tidak hanya saya, teman lain pun merasa demikian. Di luar kenyataan bahwa kami memang sudah tidak lagi berada di posisi mahasiswa baru, memang ada beberapa hal yang menjadikan closing ceremony PROKM terasa kurang 'mengena'.

Pertama, swasta (mahasiswa stress tingkat/tugas akhir, -red) yang datang sepi. Jaman 2007, masih lekat di ingatan saya, lantai 1 dan 2 labtek-labtek di sekitar Indonesia Tenggelam saat itu penuh dengan swasta (berbanding lurus dengan ramainya teriakan, celaan, dan celetukan mereka), sampai banyak swasta yang rela memanjat dan duduk di besi-besi yang terpasang di kolom-kolom penyangga gedung tersebut.

Kedua, aksi teatrikal kurang nendang. Mungkin karena memasuki kolam Indonesia Tenggelam sudah haram hukumnya, karena bisa berurusan dengan K3L. Jaman PMB 2007, aksi teatrikal dibawakan sambil nyebur di kolam Indonesia tenggalam. Seru dan pesan yang ingin disampaikan tersampaikan dengan baik, setidaknya menurut saya pribadi.

Ketiga, lagu-lagu kampus. Karena dibawakan dengan gitar listrik, ke-khidmad-an lagu kampus jadi kurang terasa. Lebih bijaksana kalau mereka membawakannya dengan gitar akustik biasa. Belum lagi, duo yang membawakan lagu kampus tampak kurang persiapan. Sang gitaris memetik di nada tinggi, sedangkan tone sang vokalis berada di range rendah. Tidak akur sama sekali. Sampai beberapa orang meneriakkan kata-kata sakti yang sukses menjatuhkan kepercayaan diri duo itu di panggung (ya, saya menangkapnya dari reaksi dan mimik wajah sang gitaris): "FALES, WOY!".

Keempat, danlap bukannya orasi malah terdengar seperti deklamasi. Tanpa bermaksud meremehkan, karena saya menyadari kalau saya yang jadi danlap juga tidak akan lebih baik, cuma bisa menjadi catatan dan pelajaran untuk yang berikutnya bahwa pemilihan danlap itu penting. Sampai tadi juga disinggung oleh rektor, Pak Ahmaloka: "tadi itu... danlapnya baca puisi ya?". Oya, katanya memang sejak beliau menjabat sebagai Rektor, beliau selalu hadir di acara closing osgab. Katanya lagi, ini menunjukkan dukungan Rektorat terhadap acara seperti ini, yang sebelumnya dianggap ilegal dan semacamnya.

Yah, secara keseluruhan acara berjalan dengan baik. Selamat kepada panitia penyelenggara, semoga kepanitiaan kalian di sini memberikan kesan tersendiri dan pengalaman kepanitiaan yang berharga. Berikut sebagian oleh-oleh dari closing ceremony PROKM yang sempat saya abadikan. (note: klik untuk memperbesar gambar).

Closing ceremony PROKM 2011

Tutup mata, tutup telinga, tundukkan kepala!

Duo danlap

Aksi teatrikal

Sambutan Pak Ahmaloka, Rektor ITB

Sambutan Tizar, Presiden KM ITB


Regards,
Ryo.

Goliath Burger, Aston Braga Bandung

by Febryo on Tuesday, August 2, 2011

Bosan dengan makanan yang itu-itu aja, akhirnya gue dan tiga orang teman memutuskan makan malam di Hotel Aston Braga buat nyobain salah satu burger yang fenomenal di kalangan pecinta kuliner orang rakus macam gue, Goliath Burger. Fenomenal karena diameter-nya 22 cm, juga fenomenal karena mereka menawarkan tantangan tipikal di mana peserta yang bisa menghabiskan satu paket goliath burger yang terdiri dari burger segede wajan, french fries segede jempol, dan segelas coke dalam waktu 15 menit gratis!

Untuk menjaga wibawa dan pamor ganteng, akhirnya gue menerima tantangan teman-teman gue buat nyobain tantangan nggak manusiawi ini.

"Oke.. oke.. gue pasti bisa ngabisin segini doang!"

Burger dipotong dalam 6 potongan. Potongan pertama masih dilalui dengan santai. Dalam 2 menit berhasil gue cerna. Potongan kedua, performa mulai menurun, 3 menit lebih gue habiskan buat makan satu potongan burger raksasa. Potongan ketiga, sampe menit ke-15 belum habis juga.

"Sorry, guys, gue nggak sanggup. Maaf gue ngecewain kalian, gue tetap sayang kok sama kalian" *pisau dan garpu beterbangan ke muka*

Pesan moral: jangan kepedean bisa ngabisin makanan seabrek ini dalam 15 menit. Kalau nggak hati-hati bisa meninggal, keselek biji wijen.

Tentang si burger gigantisme


Rasa burger ini cukup enak kok. Bedanya dengan burger biasa, selain daging, sayur, dan mayonnaise, burger ini juga diisi sama telur mata sapi dan nanas. They differ the taste.

Satu paket Goliath Burger yang terdiri dari burger, french fries, dan dua gelas coke dibandrol dengan harga IDR 75,000 (kalau gue nggak salah ingat). Kita bisa request burgernya mau dipotong jadi berapa buat makan rame-rame.

Rudy dan Goliath

Gue, mas-mas waiter narsis, dan Goliath

Mudji dan Casa, sayang gak ada foto bareng Goliath

Filosofi "Ryo"

by Febryo

Sejak kecil aku tidak pernah tahu arti namaku sebenarnya, memang tidak pernah aku tanyakan secara khusus kepada orangtua mengenai hal ini. Namaku sangat sederhana, hanya terdiri dari satu kata: Febryo. Yang aku tahu, kata "Feb" berasal dari bulan lahirku, Februari. Ryo? Aku tidak pernah tahu sampai akhirnya ketika ayahku datang berkunjung bulan lalu, saat sedang santap siang, beliau menceritakan arti namaku dengan sangat besemangat (benar-benar bersemangat).

Sebelumnya aku mengira bahwa nama "Ryo" diambil karena aku dilahirkan di Riau, ternyata ada filosofi yang lebih mendalam di balik itu.

Menurut ayahku, Ryo diambil dari bahasa portugis "rio" berarti "sungai", yang masih menurut ayahku, beliau terinspirasi dari Rio de Janeiro (dalam bahasa Portugis berarti Sungai Januari), ibukota negara Brazil. Dengan nama Ryo yang artinya sungai ini aku diharapkan tumbuh menjadi manusia yang mampu memberi manfaat tidak hanya bagi manusia, namun juga bagi makhluk Tuhan lain, ya, layaknya sungai. Juga diharapkan aku memiliki pemikiran yang panjang dan terus mengalir :')

Penasaran, aku coba google arti namaku, ternyata hasilnya:

Agamaku mengajarkan bahwa nama adalah doa, doa orangtua untuk anaknya. I'm very grateful to my parent for giving (and wishing) me a very good name (and prayers).

(Terinspirasi dari postingan temanku yang cantik, rini)Tautan

Mocca secret last show, Itenas

by Febryo on Saturday, July 30, 2011

Ya, Mocca akan vakum sementara untuk waktu yang belum bisa ditentukan, karena Arina, sang vokalis (yang manis sekali itu), akan segera menikah dan menetap di Amerika. Begitu kabar yang gue dengar. Beruntung gue kuliah di Bandung, tepatnya di ITB, di mana Mocca cukup sering diundang buat mengisi event-event kampus.

Jum'at, 22 Juli 2011

Gue dapat kabar dari seorang teman bahwa Mocca bakal ngadain surprise farewell gig alias the last secret show nya di Itenas (Institut Teknologi Nasional), Bandung, malam ini. Sebenarnya, dua hari sebelumnya, mereka telah mengadakan official farewell gig di Jakarta. Jadi gig malam ini dalam rangka apa?

Menilik kembali ke belakang, sehari sebelumnya, mereka (Mocca) memberikan clue-clue bahwa mereka bakal ngadain sesuatu via jejaring sosial. Sesuatu apa dan di mana tempat mereka bakal ngadain sesuatu itu harus dipecahkan dengan bantuan clue-clue itu. Beruntung gue punya teman penggemar Mocca sejati dan berhasil merangkai clue-clue tersebut menjadi sebuah informasi berharga: Mocca bakal ngadain The Last Secret Show di Itenas.

Pertanyaan gig ini dalam rangka apa terjawab. Menurut Arina, malam ini semacam napak tilasnya mereka, bukan gig atau konser atau apapun, ini cuma sekedar ngumpul-ngumpul reunian, nge-jam bareng, mengenang kembali tempat di mana mereka pertama kali manggung (FYI, semua personil Mocca, bahkan manajemen mereka di awal-awal adalah almamater Itenas). Buat manggung malam ini juga mereka tanpa persiapan apa-apa, nggak buat list lagu yang bakal dibawakan, nggak ada latihan khusus, semuanya dibiarkan mengalir begitu saja. Bahkan lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu yang di-request sama penonton yang datang malam itu.

Walaupun hujan malam itu nggak santai (ya, Mocca emang identik dengan hujan), suasana malah terasa hangat dengan lagu-lagu yang dibawakan dan interaksi mereka dengan penonton yang benar-benar seperti teman. Arina dengan sikap manisnya yang sama sekali nggak dibuat-buat berhasil memukau penonton (setidaknya gue). Rasanya hampir 20 lagu yang mereka bawakan malam itu.


That was a very sweet farewell gig. I really hope to see you guys gigging again, soon.
P.S: Arina, you are soooo cute I'm gonna die.

Rasanya butuh perubahan

by Febryo on Friday, July 29, 2011

Salah satu sifat yang rasanya perlu diubah dariku adalah ketidakbisaan mengekspresikan perasaan. Baik itu perasaan sedih, senang, marah, sayang, apapun itu aku lebih senang memendamnya untuk diri sendiri. Kadang aku ingin sekali mengungkapkan rasa sayang kepada seseorang baik itu teman, keluarga, atau siapapun, tetapi berakhir dengan mengurungkan niat baik itu. Rasanya aku terlalu gengsi atau malu untuk melakukannya. Atau juga ada rasa takut dianggap terlalu berlebihan dan melankolis. Tapi tidak juga. Entahlah.

Mungkin karena aku tumbuh di lingkungan keluarga yang tidak begitu ekspresif, cenderung kaku (namun tidak kehilangan keharmonisan dan romantisme keluarga *smile*). Mungkin. Aku ingin sekali seperti salah satu teman yang bisa mengucapkan selamat kepada teman lain dengan memberikan pelukan, atau seperti teman lainnya yang bisa mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap tingkah laku seseorang yang tidak ia sukai langsung kepada orang tersebut.

Hell, I really wish I were brave enough to do so. Time won't change anything. This is me who have to change it.

by Febryo on Thursday, July 28, 2011

So I found that his summer filled with jet-skiing, hardly playing on a private island, and flying with his private jet. The best part is that he's not a role in a movie nor a character in a novel - this person is real, I mean, as real as we are, not a fame as well. What a perfect life to live for!

Pindah lagi, untuk kelima kalinya

by Febryo on Tuesday, July 26, 2011

Nggak tau setan apa yang ngerasukin gue malam (dini hari) ini, bukannya ngerjain TA yang udah dekat deadline, malah blogging. Ah, tapi menulis itu emang tergantung mood, kalau emang lagi ada mood buat nulis, bisa rajin banget posting di blog.

Well, salah satu yang bikin gue nggak fokus TA dua minggu ini adalah masalah tempat tinggal (baca: kost-kostan). Kostan gue sekarang sebenarnya kontrakan, rumah dengan tiga kamar yang gue sewa bareng dua teman sipil lainnya. Sewanya tahunan, berhubung satu teman gue sudah wisuda 16 Juli kemarin, dan yang satunya bakal nyusul lulus dalam waktu dekat, sementara gue masih belum jelas nasib TA-nya, maka pupuslah harapan buat bisa nerusin kontrakan ini. Dengan kata lain gue harus pindah.

Jadinya, dua minggu ini gue habiskan untuk nyari-nyari kostan. Sebenarnya nyarinya ya cuma beberapa hari dalam dua minggu ini, tapi kepikirannya yang tiap hari. Milih kost-an sama ribetnya sama milih cewek (curcol). Lo harus mempertimbangkan plus minus nya, cari pilihan dengan paling banyak nilai plus, dan berkompromi dengan minus-nya.

Kost-an ideal menurut gue adalah:

  • Bersih sehat, (terdengar seperti nama panti pijat)
  • Sirkulasi udara baik dan dapat sinar matahari (penting!),
  • Di pinggir jalan yang cukup buat masuk mobil,
  • Cukup luas, ya luasnya manusiawi lah, jangan kayak kandang hewan peliharaan,
  • Kamar mandi sih gak masalah di dalam atau di luar. Preferably di dalam,
  • Furnitur lengkap, udah ada kasur, lemari, dan meja, tinggal bawa diri aja,
  • Fasilitas lengkap: ada internet dan tv kabel, ada dapur, laundry, dan anak yang punya kost cantik *gampar!*
  • Dan yang paling penting: harganya merakyat-jelata.
Sayangnya, daerah kost-kostan di sekitar ITB ini harganya banyak yang gak masuk akal (Batas toleransi harga kost-kostan menurut akal sehat gue adalah 800 ribu/bulan, di atas itu udah gak ngerti lagi). Tapi kenyataannya, kost-kostan di sini harganya rata-rata di atas 1 JUTA! Bahkan ada yang sampe 1,8 JUTA! Padahal cuma buat numpang tidur doang, karena selama kuliah 70% waktu dalam sehari dihabiskan di luar kost-an. Gilanya, kostan dengan harga segitu aja penuh! Emang anak ITB jaman sekarang ini tajir-tajir bener.

Jadilah dua minggu ini gue ngitarin sekitar Cisitu Lama, Cisitu Indah, Cisitu Baru, Kanayakan, Bangbayang, buat cari-cari kostan. Akhirnya nemu yang klop juga di Cisitu: gedung baru, internet+tv kabel, laundry, ada dapur, dan murah pula. Cucok! Semoga ini pindahan terakhir gue setelah empat kali pindah kosan (Cihampelas, Setiabudi, Maranatha, Pelesiran), sebelum akhirnya benar-benar pindah buat gawe. Amin.

Kalimat indah ini bernama Doa

by Febryo

Khutbah Jum'at buatku pribadi adalah satu hal yang dinanti-nanti. Bukan berarti aku pribadi yang sangat religius, tetapi bagiku, khutbah Jumat yang berkualitas selalu berhasil me-recharge kembali keimanan. Seperti khutbah Jum'at kemarin.

Aku tidak ingat pasti topik khutbahnya, namun sang khatib membahas mengenai 4 doa, yang menurutku benar-benar menjadi doa yang seharusnya dari dulu aku panjatkan kepada-Nya.

  • Jauhkanlah hati ini dari ke-tidak-khusyukan.
  • Jauhkanlah diri ini dari nafsu yang tidak pernah terpuaskan.
  • Jauhkanlah diri ini dari ilmu yang tidak bermanfaat.
  • Jauhkanlah diri ini dari do'a-do'a yang tidak pernah Engkau kabulkan.
Betapa empat kalimat indah di atas selalu ter-rewind di dalam benakku. Rasanya, doa itu cukup menjawab sesuatu yang selama ini mengganjal di dalam pikiranku. Sebagai manusia, sebagai hamba-Nya yang tidak memiliki kekuatan apapun selain meminta pertolongan-Nya, rasanya, doa-doa itu sangat mewakili apa yang perlu dimintakan kepada-Nya.

Sedikit uneg-uneg

by Febryo on Wednesday, June 29, 2011

Tanpa bermaksud pelit pedit dan kikir, menurut gue konsep traktir-mentraktir di kehidupan pergaulan anak-anak muda kita sekarang cukup salah kaprah, setidaknya itu yang gue rasain di lingkungan pergaulan gue.

Lo baru jadian ya? Pajak jadian dulu nih!

Asik, ada yang ulang tahun. Trakteeeer!

Eh katanya lo jadi dean list di jurusan, traktir dong!

Cie yang baru keterima kerja. Makan-makan di mana kita?

Selama empat tahun kuliah, kalimat-kalimat begini sering banget beredar, baik di percakapan langsung, maupun di social media, dan menurut gue ini sangat mengganggu, sekalipun yang menjadi objek penderita (yang dimintain traktiran) bukan gue.

Kenapa menurut gue sangat mengganggu?

  1. Traktiran menurut gue adalah bentuk ungkapan rasa syukur seseorang yang seharusnya tidak perlu diminta. Jika yang bersangkutan merasa perlu, dia seharusnya dengan ikhlas dan jumawa tanpa perlu diminta bakal nraktir kok. Setidaknya gue begitu
  2. Minta-minta traktiran begitu menurut gue cukup tidak etis, karena lo tidak pernah tau kondisi keuangan teman yang lo mintain traktiran. Di balik pakaiannya yang branded, di balik gadget nya yang ciamik, di balik mobilnya yang mentereng, siapa yang tahu kalau sebenarnya dia sedang mengalami krisis keuangan berat. Who knows?
  3. Seringkali orang minta traktiran dengan ultra-gak-tau diri. Contohnya adalah yang gue tulis di atas di dua terakhir. Who the heck are you to ask me for a treat, you don’t even give a damn to what I get!
  4. Dan yang terakhir dan yang paling bikin gue gerah adalah: seharusnya kalau lo mau ditraktir, someday in different occasion, lo harus sedia balik mentraktir. Dan kebanyakan orang dengan busuknya cuma mau ditraktir. Menurut gue ini benar-benar super tai 2011.

Itu alasan mengapa gue jarang sekali bilang, “ayo makan-makan di mana nih kita? atau ayo traktir dong”, kalau ada yang ulang tahun. I prefer to greet them and wish good things for them, without asking for a treat, kecuali kepada teman yang benar-benar dekat atau keluarga. Karena ketika gue ditraktir, gue merasa perlu mentraktir kembali.

Kalau kata Savage Garden, I believe in karma: what you give is what you get return.

Thanks, Allah, for everything, for every single thing. It's innumerable.

by Febryo on Friday, April 22, 2011

Feeling

by Febryo

My friend said, feelings are there to be felt, not to be thought. You simply can't feel when you still use your brain. Yes, all we need is an open heart.

Angkot favorit gue di Bandung!

by Febryo on Thursday, April 7, 2011

Dari ribuan angkot yang berseliweran di jalanan Kota Bandung, angkot dengan rute Stasiun Hall - Sarijadi adalah angkot favorit gue. Why? Check these out!

  1. Pertama dan terutama adalah, karena angkot ini melewati rute surga jalur sutera di mana yang naik adalah para bidadari Maranatha yang cantik jelita. Saking banyaknya cewek cantik nan wangi yang ngangkot, gue berhipotesa bahwa cewek-cewek Maranatha adalah cewek-cewek cantik yang rendah hati, nggak gede gengsi, rajin beribadah, dan senang berkuda. Beda dengan cewek-cewek cantik di kampus gue, yang kebanyakan nggak mau naik angkot: bawa mobil sendiri atau nebeng pacar, padahal jarak kosan ke kampus bisa ditempuh dengan menggelinding.
  2. Kedua, karena angkot dengan rute ini didominasi oleh para wanita muda. Probabilitas lo jadi raja minyak (lelaki sendiri diapit wanita-wanita muda) setiap kali naik angkot ini adalah 80%. Percayalah, lo bakal ketagihan naik turun angkot ini tanpa tujuan yang jelas.
  3. Ketiga, pemandangan selama melewati jalan Surya Sumantri (Jalan di mana Kampus Maranatha berlokasi) sama indahnya dengan pemandangan di perjalanan menuju Lembang. Bedanya cuma objeknya saja, kalau di jalan menuju Lembang objeknya bercabang, berdaun, dan tidak bergerak, di jalan menuju Maranatha objeknya bergerak, berambut panjang, dan berkulit putih mulus.
  4. Terakhir, angkot ini paling jarang ngetem, kalau ngetem juga cuma sebentar, dan tarifnya juga fair, karena yang jadi supirnya biasanya orang Sunda/Jawa. Tanpa bermaksud rasis, tapi biasanya mereka lebih jujur dan fair dalam harga.
Sekian review angkot favorit gue. Terima kasih.

Meet my handsome cat, Garfield!

by Febryo on Tuesday, April 5, 2011

Sebenarnya kucing ini adalah kucing tetangga, tapi berhubung saya doyan beliin doi Whiskas, doi jadi jablay. Tiap pulang kuliah pasti disamperin ke kamar, terus minta dibelai-belai. Jablay sekali memang.

Ikatan batin semakin lama semakin erat di antara kami. Setelah satu minggu pendekatan, akhirnya saya memberanikan diri nyamperin tetangga mohon restu biar saya saja yang pelihara doi. Tetangga setuju, dan tampak senang sekali kucingnya ada yang ngurusin. Mencurigakan, jangan-jangan kucing ini merampas hak makan anak tetangga, akibat kerakusan personal.

Singkat cerita, akhirnya doi resmi menjadi kucing saya, dan saya namai doi Garfield. Simply because he acts like Garfield: gendut, pemalas, dan makannya banyak. FYI, menurut informasi yang saya terima, Garfield adalah haram jadah dari dua insan yang sedang birahi (apa dah), induk betinanya adalah seekor anggora dan induk jantannya seekor kucing kampung (memang ya, lelaki dari spesies manapun, tau yang mana yang cantik. Kodrat!). Makanya, seekor Garfield terlahir menjadi sosok yang ganteng, berbulu warna putih oranye, berbadan besar, berbulu lebat. Betina manapun akan terpukau melihatnya. Walaupun saya yakin, ketika para betina itu melihat bagaimana reaksi Garfield menghadapi tikus, saya yakin mereka akan ilfil dan segera beralih ke pejantan lain. Ngeliat tikus gede di tong sampah depan kosan, malah doi yang kabur. Dunia mulai terbalik memang.

Penampakan Garfield, lagi berpose di atas keset. Doi memang jorok.

Saya sayang sekali sama Garfield, persahabatan kami amat erat tak terpisahkan. Sampai suatu hari Garfield tiba-tiba hilang dari peredaran. Setelah tiga hari resah dan gelisah karena Garfield yang tidak kunjung nongol di kamar, akhirnya saya konfirmasi ke tetangga tentang keberadaan Garfield. Ternyata Garfield juga selama tiga hari belakangan tidak pernah lagi nyamperin rumahnya. Biasanya kalau saya kuliah Garfield suka balik ke rumah lamanya. Positif, Garfield diculik. Saya berharap ada yang nelpon: "kalau mau Garfield Anda selamat, Anda harus bayar dengan sejumlah uang senilai xxx". Sayangnya nihil. Semoga suatu saat nanti kita bertemu lagi ya, Gar!